BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagaimana
telah kita ketahui bahwa komponen utama agama Islam adalah akidah, syari’ah, dan akhlak. Penggolongan
itu didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad kepada Malaikat Jibril di depan
para sahabatnya mengenai arti Islam, iman, dan
ihsan yang ditanyakan Jibril kepada beliau.
Setiap muslim meyakini,
bahwa Allah adalah sumber segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan
segala isinya, Allah
adalah pengatur alam semestayang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah
dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga
manakala hal seperti ini mengakar dalam
diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realitabahwa Allah-lah
yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak.Jika kita
perhatikan, akhlak terhadap Allahini merupakan pondasi atau dasar dalam
berakhlak terhadap siapapun yang ada dimuka bumi ini. Jika seseorang tidak
memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki
akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki
akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk
menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain.
Segala perbuatan yang dilakukan manusia
tidak terlepas dari konsep akhlak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ruang
lingkup akhlak sangat luas. Kata akhlak memiliki kemiripan makna dengan etika,
moral, dan budi pekerti, sehingga makna akhlak sering disamakan dengan etika,
moral, dan budi pekerti.
Ruang lingkup akhlak dalam pandangan
syariat Islam sangat luas. Akhlak tidak hanya membahas masalah etika pergaulan
dan sopan santun saja, tetapi meliputi pola pikir, selera, pandangan, sikap,
perilaku, kecenderungan, dan keinginan yang ada pada seseorang.
Dalam Islam, akhlak mempunyai ruang
lingkup yang lebih luas. Selain terkait dengan muamalah, akhlak dalam Islam
juga meliputi masalah ibadah, sosial, hukum, dan lain-lain. Salah satu
contohnya, yaitu akhlak terhadap Allah swt. Misalnya, adanya kewajiban
menjalankan rukun Islam dan rukun iman. Ketika sudah melaksanakan syahadat,
salat, dan puasa, berarti kita dikatakan berakhlak terhadap Allah swt.
Pengertian Akhlak
Dalam etimologi, akhlak adalah kebiasaan atau perbuatan.
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak
adalah kebiasaan, kehendak. Di dalam Ensiklopedi Pendidikan disebutkan bahwa
akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan yang merupakan akibat dari sikap
jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.
Sedangkan akhlak menurut Iman Al-Ghozaly, Akhlak ialah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan
gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan.
Jadi pada hakekatnya Akhlak ialah suatu kondisi atau
sifat yang telah menetap dalam jiwa dan kepribadian hingga dari situ timbullah
berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan
tanpa pemikiran.
BAB II
Akhlak Suami Terhadap Istri
Berakhlak mulia terhadap isteri dan anak-anak (keluarga)
merupakan salah satu barometer kemuliaan akhlak seseorang. Rasulullah SAW
bersabda :
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ
لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik
terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah
dengan keluargaku.” (H.R.Ibnu Majah
A. Berpenampilan prima di hadapan istri dan
keluarga.
Ibnu Abbas pernah berkata, ”Sesunguhnya aku senang berhias untuk istri sebagaimana aku senang jika
istriku berhias untukku.” Selanjutnya, Ibnu Abbas membaca firman Allah
SWT,
‘’... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang makruf…’’ (QS Al-Baqarah: 228).
Aisyah, salah satu istri Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam
menyampaikan pengamatannya :
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم
كَانَ :
إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ بَدَأَ بِالسِّوَاكِ
“Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam jika masuk ke rumahnya, hal yang pertama kali beliau lakukan adalah bersiwak.” (H.R. Muslim).
B. Memberi makanan dan pakaian yang baik serta
memperlakukan isteri dengan baik
Rasulullah
SAW bersabda :
"Datangilah kebunmu (istrimu) dari mana saja kamu suka, berilah ia makan jika kamu makan, berilah ia pakaian jika kamu berpakaian, serta jangan mengatakan wajahnya jelek dan jangan memukulnya.’’ (HR Abu Dawud).
C. Perlakuan yang baik ( Tidak Menyakiti istri )
Mempergauli istri dengan baik dan layak adalah tuntutan
agama yang merupakan kewajiban suami[1][6], berdasarkan
perintah Allah azza wa Jalla dalam firman-Nya :
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa[2][7] dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[3][8]. dan bergaullah dengan mereka
secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak. (QS.An-Nisa : 19 ).
D. Harus bersabar dan saling pengertian
Seorang suami harus bersabar atas tabiat buruk isterinya .
Begitu pula seorang istri harus sabar terhadap keburukan suaminya.
Rasulullah SAW bersabda:
“ Janganlah seorang
mukmin meninggalkan Mukminah apabila ia membenci sebagian akhlaknya, tentu ia
akan ridha pada sebagian yang lain.” (HR Muslim)
Seorang suami hendaknya menyadari bahwa tidak mungkin
istrinya bisa sempurna. Oleh karena itu, kata Syekh Sayyid Nada, suami harus
mengerti istrinya. Seorang suami harus bersabar terhadap aib istrinya dan tidak
membesar-besarkannya. Seorang suami harus bersabar atas kekurangan
istrinya.
E. Tidak memukul dan berlaku lemah lembut kepada
istri
Seorang suami hendaklah memelihara
perasaan dan akal istrinya, sebagaimana Nabi SAW melakukannya. Rasulullah SAW
senantiasa berlaku lemah lembut kepada istri-istrinya. Bahkan, sesekali bermain
dan becanda.
F. Tidak bosan untuk terus menasehati istri dan
keluarga
Rasulullah SAW mengingatkan,
أَلاَ وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ
خَيْرًا
“Ingatlah, hendaknya kalian berwasiat yang baik kepada para istri.” (H.R. Tirmidzi dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani).
Benih-benih kesalahan yang ada dalam
diri pasangan suami-istri hendaknya tidaklah didiamkan begitu saja hanya karena
dalih menjaga keharmonisan rumah tangga. Justru sebaliknya, kesalahan-kesalahan
itu harus segera diluruskan. Dan tentunya hal itu harus dilakukan dengan cara
yang elegan: tutur kata yang lembut, raut muka yang manis dan metode yang tidak
menyakiti hati pasangannya.
G. Turut membantu urusan ‘belakang’
Secara hukum asal, urusan dapur dan
tetek bengek-nya memang merupakan kewajiban istri. Namun, meskipun demikian,
hal ini tidak menghalangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk ikut
turun tangan membantu pekerjaan para istrinya. Dan ini tidak terjadi melainkan
karena sedemikian tingginya kemuliaan akhlak yang beliau miliki.
عَنْ عُرْوَةَ قَالَ قُلْتُ
لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: “مَا يَفْعَلُ
أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ
وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ
Urwah bertanya kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan
salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol
sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember.” (H.R. Ibnu
Hibban)
BAB III
Akhlak Istri Terhadap Suami
Akhlak
seorang istri terhadap suami adalah sebagai berikut:
Wajib mentaati suami, selama bukan
untuk bermaksiat kepada Allah SWT.
Al Bazzar dan Ath Thabrani meriwayatkan bahwa seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, “Aku adalah utusan para wanita kepada engkau: jihad ini telah diwajibkan Allah kepada kaum laki-laki; jika menang diberi pahala, dan jika terbunuh mereka tetap hidup diberi rezeki oleh Rabb mereka, tetapi kami kaum wanita yang membantu mereka, pahala apa yang kami dapatkan?” Nabi SAW menjawab, “Sampaikanlah kepada wanita yang engkau jumpai bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu sama dengan jihad di jalan Allah, tetapi sedikit sekali di antara kamu yang melakukannya.”
Al Bazzar dan Ath Thabrani meriwayatkan bahwa seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, “Aku adalah utusan para wanita kepada engkau: jihad ini telah diwajibkan Allah kepada kaum laki-laki; jika menang diberi pahala, dan jika terbunuh mereka tetap hidup diberi rezeki oleh Rabb mereka, tetapi kami kaum wanita yang membantu mereka, pahala apa yang kami dapatkan?” Nabi SAW menjawab, “Sampaikanlah kepada wanita yang engkau jumpai bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu sama dengan jihad di jalan Allah, tetapi sedikit sekali di antara kamu yang melakukannya.”
1. Menjaga
kehormatan dan harta suami
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri, ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha besar. ( QS. An-Nisa : 34 )
2. Menjaga
kemuliaan dan perasaan suami
Ketika
Asma bin Kharijah Al-Fazariyah menyerahkan anak perempuanya kepada suaminya
di malam pernikahannya, ia
berkata,”Wahai anakku, sesungguhnya engkau telah keluar dari kehiduoan yang
selama ini engkau kenal. Sekarang engkau akan berada di ranjang yang belum
pernah engkau ketahui, bersama pasangan yang belum sepenuhnya engkau kenali.
Karena itu, jadilah engkau bumi baginya dan dia akan menjadi langit bagimu,
jadilah engkau hamparan baginya dan dia akan menjadi hamba sahaya bagimu.
Janganlah engkau menentangnya, sehingga ia membencimu. Jangankah engkau menjauh
darinya, sehingga ia melupakanmu. Jika ia menjauh darimu, maka menjauh pulalah
engkau darinya, dan jagalah hidungnya, pendengarannya dan matanya; jangan
sampai ia mencium darimu kecuali yang harum, janganlah ia mendengar kecuali
yang baik, dan jangan ia memandang kecuali yang cantik.”
- Melaksanakan
hak suami, mengatur rumah dan mendidik anak Anas r.a berkata, “Para
sahabat Rasulullah SAW apabila menyerahkan pengantin wanita kepada
suaminya, mereka memerintahkan agar melayani suami, menjaga haknya, dan
mendidik anak-anak.”
- Tidak
boleh seorang istri menerima tamu yang tidak disenangi suaminya.
- Seorang
istri tidak boleh melawan suaminya, baik dengan kata-kata kasar maupun
dengan sikap sombong.
- Tidak
boleh membanggakan sesuatu tentang diri dan keluarganya di hadapan suami,
baik kekayaan, keturunan maupun kecantikannya.
- Tidak
boleh menilai dan memandang rendah suaminya.
- Tidak
boleh menuduh kesalahan atau mendakwa suaminya, tanpa bukti-bukti dan
saksi-saksi.
- Tidak
boleh menjelek-jelekkan keluarga suami.
- Tidak
boleh menunjukkan pertentangan di hadapan anak-anak.
- Agar
perempuan (istri) menjaga iddahnya, bila ditalak atau ditinggal mati oleh
suaminya, demi kesucian ikatan perkawinannya.
- Apabila
melepas suami pergi bekerja, lepaslah suami dengan sikap kasih, dan
apabila menerima suami pulang bekerja, sambutlah kedatangannya dengan muka
manis/tersenyum, pakaian bersih dan berhias.
- Setiap
wanita (istri) harus dapat mempersiapkan keperluan makan, minum, dan
pakaian suaminya.
- Seorang
istri harus pandai berdandan untuk suaminya serta mengatur dan mengerjakan
tugas-tugas rumah tangganya
- Istri
wajib tinggal bersama suami. Termasuk hak suami terhadap istrinya bahwa
suami berhak menahan istrinya agar ia tinggal di rumah yang telah
disepakati untuk berumah tangga.
BAB IV
Akhlak terhadap Orang
Tua
Akhlak kepada orang tua didasarkan pada surat al-Isra
ayat 23-24: Dan Rabbmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah :’Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Dari ayat di atas terlihat jelas
bagaimana penting dan besarnya arti diri orang tua di sisi Allah SWT. Jika beribadah
kepada Allah wajib maka berbakti kepada kedua orang tua juga wajib. Sebaliknya,
kalau ingkar kepada-Nya adalah dosa besar, begitu pula durhaka kepada orang
tua. Dan berbuat baik kepada orang tua bukan hanya semasa hidupnya akan tetapi
sampai matipun anak tetap wajib berbakti kepada mereka.
Sekiranya suatu saat usia mereka sudah
diambang senja, janganlah kita menghardik, mencaci, memukul, serta
perbuatan-perbuatan keji lainnya, mengucapkan kata “ah” saja terlarang
sebagaiman dalam ayat diatas apalagi perbuatan-perbuatan yang lebih daripada
itu. Dan yang patut dilakukan adalah berbicara kepada mereka dengan lemah
lembut, sikap rendah diri, suara tidak melebihi suara mereka, dan itu semua
adalah ahlak utama seorang anak.
Abu Dawud meriwayat suatu hadis: "Bahwa seorang laki-laki yang berasal
dari Yaman hijrah ke Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam. Ia berkata : ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku sekarang sudah hijrah!’ Beliau bertanya ‘Sudahkah
mereka memberimu izin ?’ jawabnya : ‘Belum’ sabda Beliau, ‘Pulanglah dan minta
ijinlah kamu kepada mereka. Kalau sekiranya mereka memberimu izin, silahkan
berjuang. Tetapi kalau tidak, berbuat baiklah kamu kepada mereka.”
Di sini agama Islam meletakkan
keagungan orang tua dihadapan anak-anaknya dalam rangka berbakti dan berjuang
di jalan Allah. Bukan semata-mata jihad kemudian orang tua ditinggalkan begitu
saja tanpa dimintai izin sama sekali. Bahakan berangkat ke medan peperangan
dinomorduakan jika memang belum memenuhi kebaktiannya kepada orang tua. Dalam sebuah
riwayat Imam Muslim disebutkan: “Rugilah,
rugi sekali, rugi sekali, seseorang yang mendapati salah seorang dari kedua
orang tuanya atau kedua-duanya sewaktu mereka sudah diambang senja, dan tidak
memasukkan ia kedalam surga “
Sungguh sayang bahwa orang tua masih
ada, apalagi sudah tua yang seharusnya dapat memasukkan dia kedalam surga,
tetapi ternyata tidak dapat memasukkan dia ke dalam surga dikarenakan durhaka
kepada mereka dan tidak berbakti kepada mereka. Betapa banyak manusia-manusia
yang sampai begitu tega tidak menghormati orang tuanya bahkan memperlakukan
mereka dengan perlakuan yang kasar dan menganggap mereka bagaikan pembantu
rumah tangga yang siap melayani tuannya. Sungguh ironis sekali orang tua yang
telah mendidik dan mengasuh anaknya dengan sekuat tenaga, ternyata sesudah
besar begitu saja balas budinya.
Memperlakukan orang tua dengan baik
termasuk amalan besar dan yang paling dicintai oleh Allah. Dari Abdullah bin
Mas’ud: “Aku pernah bertanya kepada
nabi Salallahu Alaihi Wa Salam: ‘Amal yang manakah yang paling dicintai oleh
Allah ?’ Jawab beliau :’Shalat pada waktunya’. Aku bertanya lagi:’Kemudian amal
apa ?’ Jawab beliau :’’Berbuat baik pada orang tua’. Aku bertanya kagi:’Sesudah
itu amal apa?’ Jawab beliau :’Jihad di jalan Allah”(HR Bukhari Muslim).
Dalam hal berbuat kebaikan kepada orang
tua, memang sepantasnya ibu lebih banyak dicurahkan. Ini mengingat kerja
payahnya semenjak ia mengandung sampai melahirkan ditambah lagi memenuhi semua
keperluannya tidak pernah merasa bosan dan lelah. Dari Abu Hurairah: “Telah datang seorang laki-laki menghadap
Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam lalu bertanya :’Wahai Rasulullah siapakah
yang paling berhak aku pergauli dengan cara bagus ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’.
Kemudian ia bertanya lagi ‘Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. ia
bertanya lagi:’Sesudah itu siapa ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. Ia bertanya lagi
:’Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Bapakmu!”(HR Bukhari Muslim
Dan termasuk dosa besar bila seorang
anak berbuat durhaka kepada orang tuanya. Rasulullah bersabda: “Termasuk dosa besar ialah seorang yang
mencaci maki orang tuanya. Seseorang lalu bertanya:’Mungkinkah ada seseorang
mencaci maki orang tuanya?’ Jawab beliau :’Ada! Dia mencaci maki bapak
seseorang lalu orang itu membalas memaki bapaknya. Dia mencaci maki ibu
seseorang lalu orang itu membalas memaki ibunya”(HR Bukhari Muslim).
Namun bagaiman bila orang tua kita
bermaksiat dan musyrik kepada Allah, apakah kita tetap harus berbuat baik
terhadap mereka? Islam memang menganjurkan untuk berbuat baik kepada orang tua
secara umum, tetapi perlu diingat jika orang tua memaksakan kehendaknya untuk
bermaksiat kepada Allah, maka hendaknya ditolak dengan lemah lembut dan penuh
kesopanan. Dalam surat Luqman ayat 15 dijelaskan: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kamu kembali, maka
Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Nash Al-Qur'an tersebut diperkuat oleh
hadis riwayat Imam Muslim: “Mendengar
dan mentaati itu wajib bagi seorang muslim, menyangkut apa yang ia cintai
maupun apa yang ia benci, selagi tidak disuruh untuk urusan maksiat. Kalau
diperintah untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak ada ketaatan”.
Contoh
akhlak terhadap kedua orang tua adalah :
1.
Mencintai mereka melebihi
cinta kepada kerabat lainnya.
2.
Merendahkan diri kepada
keduanya diiringi perasaan kasih sayang.
3.
Berkomunikasi dengan orang
tua dengan hikmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.
4.
Berbuat baik kepada
bapak-ibu dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya, tidak
menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat bapak-ibu ridha.
5.
Mendo’akan keselamatan dan
keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal
dunia.
BAB V
Akhlak terhadap Keluarga
dan Kerabat
1.
Sering
bersilaturahim ke kerabat
Tidak kurang banyaknya dalil yang menganjurkan silaturahim
kepada kerabat dekat baik dari al-Qur'an ataupun hadis Rasulullah Saw. Allah
berfirman: "Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri", (Q.S. an-Nisa': 36)
Sedangkan dalam hadis Rasulullah Saw. dikatakan, "Barang siapa yang ingin dilapangkan
rizkinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaknya dia menyambung tali
silaturrahim." (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
2.
Mengetahui
silsilah atau nasab kerabat
Pentingnya mengetahui dan menelusuri jalur nasab ini, pernah
ditegaskan oleh Rasulullah saw.,"Pelajarilah
nasab agar kamu dapat mengeratkan tali persaudaraanmu. Sebab bersilaturahim
dapat menumbuhkan rasa cinta kasih dalam kekeluargaan, menambah kelapangan
rizki, dan memperpanjang umur" (H.R al-Tirmidzi)
3.
Berbuat
baik kepada kerabat
Menyinggung masalah tersebut, Allah menegaskan demikian: "Mereka bertanya tentang apa yang
mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah
diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang
kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya" (QS
al-Baqarah: 215)
4.
Berlaku
adil
Walaupun Islam mengajarkan perhatian penuh dan berbuat baik
kepada kerabat, tetapi sebagai perimbangan, Islam juga menyerukan kepada kita
untuk berlaku adil kepada kerabat.Artinya, kalau memang kerabat kita berbuat
salah sudah selayaknya kita berlakukan hukum dengan semestinya. Bukan perbuatan
yang benar kalau kita membela mati matian kerabat dengan mencari kambing hitam
kepada orang lain karena kedekatan kita dengannya.
Allah menggariskan kepada kita perlakuan adil, bahkan kepada
orang terdekat sekalipun dalam ayat:
"Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia
adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu ingat" (Q.S. al-Anam: 152).
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam pembahasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa akhlak antara suami istri dalam rumah tangga sangat perlu
untuk diperhatikan. Terciptanya keharmonisan dalam rumah tangga harus dilandasi
dengan akhlak yang baik antara suami dan istri.
Suami
mempunyai tanggungjawab terhadap istri, begitu juga sebaliknya. Rasulullah
telah memberi contoh teladan bagi suami untuk membina rumah tangganya. Seperti
berpenampilan prima, bertanggungjawab kepada istri dan anak-anak, memberi kasih
sayang kepada istri, menghormati hak-hak istri, dan masih banyak lagi.
Sama halnya
dengan suami, istri harus memiliki akhlak yang baik terhadap suaminya.
Diantaranya, istri harus melayani kebutuhan suami, menjaga anak-anak, mengatur
rumah tangga, memberikan rasa kasih saying kepada keluarga dan lain-lain.
Jika suami
istri memiliki akhlak yang baik terhadap satu-sama lain maka keharmonisan rumah
tangga dapat timbul dan utuh dalam kehidupan sehari-hari.
B.
Kritik
dan Saran
Penulis
merasa bahwa makalah ini belum cukup sempurna maka dari itu penulis
mengharapkan kritik agar makalah selanjutnya lebih baik lagi. Dan semoga
makalah ini dapat digunakan dalam proses perkuliahan khusunya pada mata akhlak
ini.
Daftar Pustaka
Alwi Maliki,Muhammad.Etika Islam Tentang Sistem Keluarga.surabaya:Mutiara Ilmu.1995
Alhamdani.Risalah
Nikah Hukum Perkawinan Islam.Jakarta:Pustaka Amani.1989
Junaedi,Dedi.Bimbingan
Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah.Jakarta:Akademika
Pressindo.2002
Tim Kreatif Putra Nugraha. Aqidah Akhlak.Surakarta:Putra Nugraha.2010
Haira, Ana.http://qee-tab.blogspot.com/2012/02/adab-suami-terhadap-isteri.html
diunduh 15 oktober 2012
http://www.hidayatullah.com/read/22887/29/05/2012/beginilah-akhlak-suami-istri-keluarga-muslim.html
diunduh 15 oktober 2012
http://www.laskarinformasi.com/2012/09/akhlak-istri-terhadap-suami.html#axzz26no6Mg2S
diunduh 15 oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar