Senin, 28 November 2016

Makalah Akhlak

BAB I

PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang


            Sebagaimana telah kita ketahui bahwa komponen utama agama Islam adalah akidah, syari’ah, dan akhlak. Penggolongan itu didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad kepada Malaikat Jibril di depan para sahabatnya mengenai arti Islam, iman, dan ihsan yang ditanyakan Jibril kepada beliau.

Setiap muslim meyakini, bahwa Allah adalah sumber segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya, Allah adalah pengatur alam semestayang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini  mengakar dalam diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realitabahwa Allah-lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak.Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allahini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada dimuka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain.

Segala perbuatan yang dilakukan manusia tidak terlepas dari konsep akhlak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ruang lingkup akhlak sangat luas. Kata akhlak memiliki kemiripan makna dengan etika, moral, dan budi pekerti, sehingga makna akhlak sering disamakan dengan etika, moral, dan budi pekerti.

Ruang lingkup akhlak dalam pandangan syariat Islam sangat luas. Akhlak tidak hanya membahas masalah etika pergaulan dan sopan santun saja, tetapi meliputi pola pikir, selera, pandangan, sikap, perilaku, kecenderungan, dan keinginan yang ada pada seseorang.

Dalam Islam, akhlak mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Selain terkait dengan muamalah, akhlak dalam Islam juga meliputi masalah ibadah, sosial, hukum, dan lain-lain. Salah satu contohnya, yaitu akhlak terhadap Allah swt. Misalnya, adanya kewajiban menjalankan rukun Islam dan rukun iman. Ketika sudah melaksanakan syahadat, salat, dan puasa, berarti kita dikatakan berakhlak terhadap Allah swt.




Pengertian Akhlak


            Dalam etimologi, akhlak adalah kebiasaan atau perbuatan.
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak adalah kebiasaan, kehendak. Di dalam Ensiklopedi Pendidikan disebutkan bahwa akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.
Sedangkan akhlak menurut Iman Al-Ghozaly, Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan.
Jadi pada hakekatnya Akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah menetap dalam jiwa dan kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa pemikiran.



BAB II

Akhlak Suami Terhadap Istri


Berakhlak mulia terhadap isteri dan anak-anak (keluarga) merupakan salah satu barometer kemuliaan akhlak seseorang. Rasulullah SAW bersabda :

 خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.”  (H.R.Ibnu Majah

Berikut akhlak suami pada isteri tercinta sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW

A.    Berpenampilan prima di hadapan istri dan keluarga.

Ibnu Abbas pernah berkata, ”Sesunguhnya aku senang berhias untuk istri sebagaimana aku senang jika istriku berhias untukku.” Selanjutnya, Ibnu Abbas membaca firman Allah SWT,
 ‘’... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf…’’ (QS Al-Baqarah: 228).
Aisyah, salah satu istri Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam menyampaikan pengamatannya : 
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ : إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ بَدَأَ بِالسِّوَاكِ

“Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam jika masuk ke rumahnya, hal yang pertama kali beliau lakukan adalah bersiwak.” (H.R. Muslim).

B.     Memberi makanan dan pakaian yang baik serta memperlakukan isteri dengan baik 

Rasulullah SAW bersabda :

"Datangilah kebunmu (istrimu) dari mana saja kamu suka, berilah ia makan jika kamu makan, berilah ia pakaian jika kamu berpakaian, serta jangan mengatakan wajahnya jelek dan jangan memukulnya.’’ (HR Abu Dawud).

C.    Perlakuan yang baik ( Tidak Menyakiti istri )

Mempergauli istri dengan baik dan layak adalah tuntutan agama yang merupakan kewajiban suami[1][6], berdasarkan perintah Allah azza wa Jalla dalam firman-Nya :
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa[2][7] dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[3][8]. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS.An-Nisa : 19 ).


D.    Harus bersabar dan saling pengertian

Seorang suami harus bersabar atas tabiat buruk isterinya . Begitu pula seorang istri harus sabar terhadap keburukan suaminya.



Rasulullah SAW bersabda:
“ Janganlah seorang mukmin meninggalkan Mukminah apabila ia membenci sebagian akhlaknya, tentu ia akan ridha pada sebagian yang lain.” (HR Muslim)
Seorang suami hendaknya menyadari bahwa tidak mungkin istrinya bisa sempurna. Oleh karena itu, kata Syekh Sayyid Nada, suami harus mengerti istrinya. Seorang suami harus bersabar terhadap aib istrinya dan tidak membesar-besarkannya. Seorang suami harus bersabar atas kekurangan istrinya. 


E.     Tidak memukul dan berlaku lemah lembut kepada istri

Seorang suami hendaklah memelihara perasaan dan akal istrinya, sebagaimana Nabi SAW melakukannya. Rasulullah SAW senantiasa berlaku lemah lembut kepada istri-istrinya. Bahkan, sesekali bermain dan becanda.

F.     Tidak bosan untuk terus menasehati istri dan keluarga

 Rasulullah SAW mengingatkan,
أَلاَ وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا

        “Ingatlah, hendaknya kalian berwasiat yang baik kepada para istri.” (H.R. Tirmidzi dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani).
Benih-benih kesalahan yang ada dalam diri pasangan suami-istri hendaknya tidaklah didiamkan begitu saja hanya karena dalih menjaga keharmonisan rumah tangga. Justru sebaliknya, kesalahan-kesalahan itu harus segera diluruskan. Dan tentunya hal itu harus dilakukan dengan cara yang elegan: tutur kata yang lembut, raut muka yang manis dan metode yang tidak menyakiti hati pasangannya.

G.    Turut membantu urusan ‘belakang’

Secara hukum asal, urusan dapur dan tetek bengek-nya memang merupakan kewajiban istri. Namun, meskipun demikian, hal ini tidak menghalangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk ikut turun tangan membantu pekerjaan para istrinya. Dan ini tidak terjadi melainkan karena sedemikian tingginya kemuliaan akhlak yang beliau miliki.


عَنْ عُرْوَةَ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: “مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ


Urwah bertanya kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember.” (H.R. Ibnu Hibban)

BAB III

Akhlak Istri Terhadap Suami


Akhlak seorang istri terhadap suami adalah sebagai berikut:
                        Wajib mentaati suami, selama bukan untuk bermaksiat kepada Allah SWT.
Al Bazzar dan Ath Thabrani meriwayatkan bahwa seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, “Aku adalah utusan para wanita kepada engkau: jihad ini telah diwajibkan Allah kepada kaum laki-laki; jika menang diberi pahala, dan jika terbunuh mereka tetap hidup diberi rezeki oleh Rabb mereka, tetapi kami kaum wanita yang membantu mereka, pahala apa yang kami dapatkan?” Nabi SAW menjawab, “Sampaikanlah kepada wanita yang engkau jumpai bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu sama dengan jihad di jalan Allah, tetapi sedikit sekali di antara kamu yang melakukannya.”
1.      Menjaga kehormatan dan harta suami
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri,  ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. ( QS. An-Nisa : 34 )
2.      Menjaga kemuliaan dan perasaan suami
Ketika Asma bin Kharijah Al-Fazariyah  menyerahkan anak perempuanya kepada suaminya di malam  pernikahannya, ia berkata,”Wahai anakku, sesungguhnya engkau telah keluar dari kehiduoan yang selama ini engkau kenal. Sekarang engkau akan berada di ranjang yang belum pernah engkau ketahui, bersama pasangan yang belum sepenuhnya engkau kenali. Karena itu, jadilah engkau bumi baginya dan dia akan menjadi langit bagimu, jadilah engkau hamparan baginya dan dia akan menjadi hamba sahaya bagimu. Janganlah engkau menentangnya, sehingga ia membencimu. Jangankah engkau menjauh darinya, sehingga ia melupakanmu. Jika ia menjauh darimu, maka menjauh pulalah engkau darinya, dan jagalah hidungnya, pendengarannya dan matanya; jangan sampai ia mencium darimu kecuali yang harum, janganlah ia mendengar kecuali yang baik, dan jangan ia memandang kecuali yang cantik.”
  • Melaksanakan hak suami, mengatur rumah dan mendidik anak Anas r.a berkata, “Para sahabat Rasulullah SAW apabila menyerahkan pengantin wanita kepada suaminya, mereka memerintahkan agar melayani suami, menjaga haknya, dan mendidik anak-anak.”
  • Tidak boleh seorang istri menerima tamu yang tidak disenangi suaminya.
  • Seorang istri tidak boleh melawan suaminya, baik dengan kata-kata kasar maupun dengan sikap sombong.
  • Tidak boleh membanggakan sesuatu tentang diri dan keluarganya di hadapan suami, baik kekayaan, keturunan maupun kecantikannya.
  • Tidak boleh menilai dan memandang rendah suaminya.
  • Tidak boleh menuduh kesalahan atau mendakwa suaminya, tanpa bukti-bukti dan saksi-saksi.
  • Tidak boleh menjelek-jelekkan keluarga suami.
  • Tidak boleh menunjukkan pertentangan di hadapan anak-anak.
  • Agar perempuan (istri) menjaga iddahnya, bila ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya, demi kesucian ikatan perkawinannya.
  • Apabila melepas suami pergi bekerja, lepaslah suami dengan sikap kasih, dan apabila menerima suami pulang bekerja, sambutlah kedatangannya dengan muka manis/tersenyum, pakaian bersih dan berhias.
  • Setiap wanita (istri) harus dapat mempersiapkan keperluan makan, minum, dan pakaian suaminya.
  • Seorang istri harus pandai berdandan untuk suaminya serta mengatur dan mengerjakan tugas-tugas rumah tangganya
  • Istri wajib tinggal bersama suami. Termasuk hak suami terhadap istrinya bahwa suami berhak menahan istrinya agar ia tinggal di rumah yang telah disepakati untuk berumah tangga.

 

BAB IV

Akhlak terhadap Orang Tua

Akhlak kepada orang tua didasarkan pada surat al-Isra ayat 23-24: Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah :’Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.

Dari ayat di atas terlihat jelas bagaimana penting dan besarnya arti diri orang tua di sisi Allah SWT. Jika beribadah kepada Allah wajib maka berbakti kepada kedua orang tua juga wajib. Sebaliknya, kalau ingkar kepada-Nya adalah dosa besar, begitu pula durhaka kepada orang tua. Dan berbuat baik kepada orang tua bukan hanya semasa hidupnya akan tetapi sampai matipun anak tetap wajib berbakti kepada mereka.

Sekiranya suatu saat usia mereka sudah diambang senja, janganlah kita menghardik, mencaci, memukul, serta perbuatan-perbuatan keji lainnya, mengucapkan kata “ah” saja terlarang sebagaiman dalam ayat diatas apalagi perbuatan-perbuatan yang lebih daripada itu. Dan yang patut dilakukan adalah berbicara kepada mereka dengan lemah lembut, sikap rendah diri, suara tidak melebihi suara mereka, dan itu semua adalah ahlak utama seorang anak.

Abu Dawud meriwayat suatu hadis: "Bahwa seorang laki-laki yang berasal dari Yaman hijrah ke Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam. Ia berkata : ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sekarang sudah hijrah!’ Beliau bertanya ‘Sudahkah mereka memberimu izin ?’ jawabnya : ‘Belum’ sabda Beliau, ‘Pulanglah dan minta ijinlah kamu kepada mereka. Kalau sekiranya mereka memberimu izin, silahkan berjuang. Tetapi kalau tidak, berbuat baiklah kamu kepada mereka.”

Di sini agama Islam meletakkan keagungan orang tua dihadapan anak-anaknya dalam rangka berbakti dan berjuang di jalan Allah. Bukan semata-mata jihad kemudian orang tua ditinggalkan begitu saja tanpa dimintai izin sama sekali. Bahakan berangkat ke medan peperangan dinomorduakan jika memang belum memenuhi kebaktiannya kepada orang tua. Dalam sebuah riwayat Imam Muslim disebutkan: “Rugilah, rugi sekali, rugi sekali, seseorang yang mendapati salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya sewaktu mereka sudah diambang senja, dan tidak memasukkan ia kedalam surga “

Sungguh sayang bahwa orang tua masih ada, apalagi sudah tua yang seharusnya dapat memasukkan dia kedalam surga, tetapi ternyata tidak dapat memasukkan dia ke dalam surga dikarenakan durhaka kepada mereka dan tidak berbakti kepada mereka. Betapa banyak manusia-manusia yang sampai begitu tega tidak menghormati orang tuanya bahkan memperlakukan mereka dengan perlakuan yang kasar dan menganggap mereka bagaikan pembantu rumah tangga yang siap melayani tuannya. Sungguh ironis sekali orang tua yang telah mendidik dan mengasuh anaknya dengan sekuat tenaga, ternyata sesudah besar begitu saja balas budinya.

Memperlakukan orang tua dengan baik termasuk amalan besar dan yang paling dicintai oleh Allah. Dari Abdullah bin Mas’ud: “Aku pernah bertanya kepada nabi Salallahu Alaihi Wa Salam: ‘Amal yang manakah yang paling dicintai oleh Allah ?’ Jawab beliau :’Shalat pada waktunya’. Aku bertanya lagi:’Kemudian amal apa ?’ Jawab beliau :’’Berbuat baik pada orang tua’. Aku bertanya kagi:’Sesudah itu amal apa?’ Jawab beliau :’Jihad di jalan Allah”(HR Bukhari Muslim).


Dalam hal berbuat kebaikan kepada orang tua, memang sepantasnya ibu lebih banyak dicurahkan. Ini mengingat kerja payahnya semenjak ia mengandung sampai melahirkan ditambah lagi memenuhi semua keperluannya tidak pernah merasa bosan dan lelah. Dari Abu Hurairah: “Telah datang seorang laki-laki menghadap Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam lalu bertanya :’Wahai Rasulullah siapakah yang paling berhak aku pergauli dengan cara bagus ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. Kemudian ia bertanya lagi ‘Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. ia bertanya lagi:’Sesudah itu siapa ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. Ia bertanya lagi :’Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Bapakmu!”(HR Bukhari Muslim

Dan termasuk dosa besar bila seorang anak berbuat durhaka kepada orang tuanya. Rasulullah bersabda: “Termasuk dosa besar ialah seorang yang mencaci maki orang tuanya. Seseorang lalu bertanya:’Mungkinkah ada seseorang mencaci maki orang tuanya?’ Jawab beliau :’Ada! Dia mencaci maki bapak seseorang lalu orang itu membalas memaki bapaknya. Dia mencaci maki ibu seseorang lalu orang itu membalas memaki ibunya”(HR Bukhari Muslim).

Namun bagaiman bila orang tua kita bermaksiat dan musyrik kepada Allah, apakah kita tetap harus berbuat baik terhadap mereka? Islam memang menganjurkan untuk berbuat baik kepada orang tua secara umum, tetapi perlu diingat jika orang tua memaksakan kehendaknya untuk bermaksiat kepada Allah, maka hendaknya ditolak dengan lemah lembut dan penuh kesopanan. Dalam surat Luqman ayat 15 dijelaskan: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kamu kembali, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Nash Al-Qur'an tersebut diperkuat oleh hadis riwayat Imam Muslim: “Mendengar dan mentaati itu wajib bagi seorang muslim, menyangkut apa yang ia cintai maupun apa yang ia benci, selagi tidak disuruh untuk urusan maksiat. Kalau diperintah untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak ada ketaatan”.

Contoh akhlak terhadap kedua orang tua adalah :
1.      Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
2.      Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang.
3.      Berkomunikasi dengan orang tua dengan hikmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.
4.      Berbuat baik kepada bapak-ibu dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya, tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat bapak-ibu ridha.
5.      Mendo’akan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.

BAB V

Akhlak terhadap Keluarga dan Kerabat


1.      Sering bersilaturahim ke kerabat
Tidak kurang banyaknya dalil yang menganjurkan silaturahim kepada kerabat dekat baik dari al-Qur'an ataupun hadis Rasulullah Saw. Allah berfirman: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri", (Q.S. an-Nisa': 36)
Sedangkan dalam hadis Rasulullah Saw. dikatakan, "Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaknya dia menyambung tali silaturrahim." (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

2.      Mengetahui silsilah atau nasab kerabat
Pentingnya mengetahui dan menelusuri jalur nasab ini, pernah ditegaskan oleh Rasulullah saw.,"Pelajarilah nasab agar kamu dapat mengeratkan tali persaudaraanmu. Sebab bersilaturahim dapat menumbuhkan rasa cinta kasih dalam kekeluargaan, menambah kelapangan rizki, dan memperpanjang umur" (H.R al-Tirmidzi)
3.      Berbuat baik kepada kerabat
Menyinggung masalah tersebut, Allah menegaskan demikian: "Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya" (QS al-Baqarah: 215)



4.      Berlaku adil
Walaupun Islam mengajarkan perhatian penuh dan berbuat baik kepada kerabat, tetapi sebagai perimbangan, Islam juga menyerukan kepada kita untuk berlaku adil kepada kerabat.Artinya, kalau memang kerabat kita berbuat salah sudah selayaknya kita berlakukan hukum dengan semestinya. Bukan perbuatan yang benar kalau kita membela mati matian kerabat dengan mencari kambing hitam kepada orang lain karena kedekatan kita dengannya.
Allah menggariskan kepada kita perlakuan adil, bahkan kepada orang terdekat sekalipun dalam ayat: "Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat" (Q.S. al-Anam: 152).



 

PENUTUP


A.    Kesimpulan

            Dalam pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akhlak antara suami istri dalam rumah tangga sangat perlu untuk diperhatikan. Terciptanya keharmonisan dalam rumah tangga harus dilandasi dengan akhlak yang baik antara suami dan istri.
            Suami mempunyai tanggungjawab terhadap istri, begitu juga sebaliknya. Rasulullah telah memberi contoh teladan bagi suami untuk membina rumah tangganya. Seperti berpenampilan prima, bertanggungjawab kepada istri dan anak-anak, memberi kasih sayang kepada istri, menghormati hak-hak istri, dan masih banyak lagi.
            Sama halnya dengan suami, istri harus memiliki akhlak yang baik terhadap suaminya. Diantaranya, istri harus melayani kebutuhan suami, menjaga anak-anak, mengatur rumah tangga, memberikan rasa kasih saying kepada keluarga dan lain-lain.
            Jika suami istri memiliki akhlak yang baik terhadap satu-sama lain maka keharmonisan rumah tangga dapat timbul dan utuh dalam kehidupan sehari-hari.

B.     Kritik dan Saran

            Penulis merasa bahwa makalah ini belum cukup sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritik agar makalah selanjutnya lebih baik lagi. Dan semoga makalah ini dapat digunakan dalam proses perkuliahan khusunya pada mata akhlak ini.

Daftar Pustaka


Alwi Maliki,Muhammad.Etika Islam Tentang Sistem Keluarga.surabaya:Mutiara Ilmu.1995
Alhamdani.Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam.Jakarta:Pustaka Amani.1989
Junaedi,Dedi.Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah.Jakarta:Akademika Pressindo.2002
Tim Kreatif Putra Nugraha. Aqidah Akhlak.Surakarta:Putra Nugraha.2010









Tidak ada komentar:

Posting Komentar